Sejarah adalah yang terjadi pada masa lalu. Namun,
apa yang terjadi pada masa lampau bisa menjadi pelajaran untuk sekarang dan
masa depan. Salah satu pelajaran hidup pada masa lalu ada pada sosok guru kehidupan
saya, almarhumah Een Sukaesih.
Wanita kelahiran 10 Agustus 1963 silam ini merupakan
figur guru yang istimewa. Lebih dari 22 tahun, Bu Een hanya bisa terbaring di
tempat tidur karena penyakit rheumatoid arthritis. Meski demikian, jiwa
pengabdian sebagai guru tak pernah padam. Dalam kondisi fisik yang terbatas, Bu
Een terus bersemangat menularkan ilmu kepada murid-muridnya. Tak jarang, bekal
tambahan pelajaran dari Bu Een berhasil mengantar anak-anak binaannya meraih
prestasi di sekolahnya. Ada beberapa hikmah kehidupan yang bisa direguk dari
kehidupan Bu Een.
Pertama, beliau sangat ikhlas menerima ujian
penyakit yang dideritanya. Ikhlas menerima, sesuatu yang mudah diucapkan, tapi
sulit untuk diamalkan. Sikap ikhlas Bu Een membuat beliau bisa bertahan
menjalani hidup. Tak ada pancaran rasa kecewa dengan kondisi yang menimpa
dirinya. Bu Een mengembalikan segala sesuatunya kepada keputusan Allah, hatinya
tenang dan rasa kecewanya hilang. Inilah tandatanda orang yang berserah diri
(QS al- Anfal: 2).
Kedua, ketakwaan seorang hamba Allah. Bu Een pernah
berujar, "Iman kepada Allah yang membuat saya bisa bertahan". Cara
berpikir dan keyakinan diri untuk menggantungkan hidup semata kepada Allah
membuat Bu Een tetap mampu mengajar meski dalam kondisi sakit. Kita bisa
belajar dari Bu Een tentang misi hidup menjadi guru. Karena merasa dirinya
adalah bagian dari masyarakat, Bu Een terus berusaha menularkan ilmu yang
dimilikinya kepada masyarakat. Mengajar dan mendidik anak-anak menjadi pilihan
jalan hidupnya. Dalam kondisi sakit yang dihadapinya, Bu Een mampu bersabar dan
mensyukuri segala kekurangan dirinya. Kualitas keimanan dan ketakwaan Bu Een
sangat teruji. Perilaku hidupnya mencerminkan sikap orang bertakwa (QS
al-Baqarah: 177).
Ketiga, sadar posisi untuk menjadi jalan kebaikan
bagi murid. Sebelum beliau wafat, saya bersyukur sempat berjumpa dengan Bu Een.
Setiap kata-katanya berhikmah. Cermin orang dengan jiwa yang tulus dan suci.
Saya ingat, beliau dengan penuh semangat berkisah ikhwal pertemuannya dengan mantan
presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono. Saat ditanya Pak SBY, "Apa hadiah
yang bisa kami berikan untuk Bu Een?" Jawaban Bu Een lugas,
"Cita-cita saya ingin naik haji.
Namun, saya sadar hal itu akan merepotkan banyak
pihak karena kondisi fisik saya. Oleh karena itu, saya cukupkan cita-cita saya
sampai di sini. Saya hanya minta satu hal, tolong Bapak bantu muridmurid saya
agar bisa mengenyam pendidikan sampai perguruan tinggi."
Jawaban seorang guru bervisi. Tak ada ambisi
pribadi. Yang terjadi, semua hal terbaik yang dimiliki diberikan sebagai jalan
keberhasilan bagi murid-muridnya. Karena sejatinya, puncak kesadaran tertinggi
seorang guru adalah kerelaan berkorban untuk kepentingan murid, masyarakat, dan
bangsa.
Bu Een telah pergi meninggalkan kita. Namun,
kenangan dan inspirasi keteladanannya akan terus hidup di pikiran dan hati para
guru Indonesia. Semoga segala amal baik dan pengorbanan hidup Bu Een sebagai
guru menjadi investasi terbaik bagi beliau untuk kehidupan akhiratnya kelak.
Firman Allah SWT: "Sesungguhnya Allah membeli dari orangorang Mukmin, baik
diri maupun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka." (QS
at-Taubah: 111). Wallahu alam bishawab.
(By
: Asep Safaat)
0 komentar:
Posting Komentar